TAHUNA (BK): Sejumlah warga Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, yang bermukim di Pulau Mindanau, Negara Filipina Selatan rindu kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Akan tetapi, terkendala aturan yang membuat mereka sulit mengurusnya.
Mindanau merupakan satu pulau yang terletak di perbatasan Filipina dan jarak tempuh sekira 20 jam dari Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan menggunakan perjalanan laut. Dua jam lewat udara dengan mengunakan Maskapai penerbangan Garuda Indonesia dari Manado.
Informasi yang diperoleh beritakawanua.com, warga Sangihe yang sudah menjadi Warga Negara Philipina (WNP) sebanyak 2.600 jiwa. Sedangkan 2.763 jiwa tetap menjadi WNI.
Ini dibuktikan dengan perekaman KTP yang dilakukan pihak Konjen RI di Davao. Meski sudah menjadi WNP, mereka masih melestarikan Bahasa Sangihe dalam aktivitas sehari.
Sewaktu kunjungan kerja (kunker) di General Santos (Gensan), Filipina Selatan, beberapa waktu lalu, Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Ezar Gaghana SE ME mengajak seluruh warga Indonesia keturunan Sangihe untuk dapat menyatakan sikap dalam memilih kewarganegaraan.
"Sangat sulit pemerintah melegalkan warga keturunan jika masuk ke Sangihe untuk beraktivitas. Sebab status kewarganegaraan belum jelas. Ada berbagai program yang dilakukan pihak Konjen yang harus ditaati, agar semua harapan yang diutarakan dapat ditindaklanjuti," jelas Bupati.
Di Konjen RI, sambung dia, sudah ada petugas Imigrasi dan Kementerian Catatan Sipil untuk melakukan pendataan dengan sistem kerja jemput bola terus dilakukan, agar apa yang menjadi permasalahan kewarganegaraan segera tuntas.
"Segera tentukan status warga negara. Jika WNI pasti lebih mudah melakukan aktivitas di Indonesia. Kalau abu-abu pasti akan bermasalah. Kami hadir di Gensan menjalin berbagai kerjasama berbagai bidang," terang Bupati.
Pada kesempatan itu, Bupati Jabes yang membawa rombongan pengusaha memberikan bantuan di gereja dan mesjid di Mindanao. Bantuan pembangunan gereja Rp30 juta dan mesjid Rp10 juta hasil dari sumbangan pengusaha dan rombongan ke warga Indonesia di General Santos.
Pendeta Ailin Arbaan yang ibunya warga Negara Indonesia mengatakan, terima kasih atas kehadiran Pemkab Sangihe ke Gensan mendengar langsung keluh kesah yang dialami warga Indonesia di Filipina Selatan.
Selain itu, apa yang menjadi opini selama ini mereka kurang dipeduli Pemerintah Indonesia langsung terbantahkan dengan sosialisasi soal pilihan untuk memilih status kewarganegaraan.
"Memang kami agak bingung untuk pilih warga negara. Sebab sudah keturunan ketiga kami menetap di Mindanau. Kerinduan akan kembali ke Indonesia sangat besar. Tapi terganjal aturan. Kini kami akan ambil sikap dengan pendataan yang dilakukan pihak Konjen," ungkapnya.
Masih di tempat yang sama, Jamaluddin, salah Imam mesjid di Sarangani berasal dari Kampung Naha Tabukan Utara, juga membeberkan soal border crosing yang membatasi aktivitas mereka ketika hendak pulang ke kampung halaman.
"Kami dibatasi angkutan barang jika akan kembali pulang ke Sangihe. Semoga kehadiran Pemkab dapat beri solusi terbaik bagi kami semua," harapnya.
(fad/bk-1)