TEHERAN (BK) : Kunjungan kerja (Kunker) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise ke Teheran, Iran, 28-31 Juli 2018, menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak. Ada 6 poin kesepakatan yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani bersama Wakil Presiden Urusan Perempuan dan Keluarga Republik Islam Iran, Y.M Masoumeh Ebtekar.
Mengawali kunjungannya di Iran, Menteri Yohana melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Information and Communication Technology (ICT) Iran, Mohammad Javad Azari Jahromi. Dalam pertemuan tersebut, Menteri Jahromi menyampaikan bahwa RI - Iran memiliki banyak kesamaan, salah satunya dalam hal pembangunan infrastruktur digital economy.
Kedua menteri sepakat bahwa ICT merupakan sektor yang sangat potensial dalam pengembangan pemberdayaan perempuan, baik peran perempuan di dalam ICT maupun peningkatan ekonomi perempuan melalui ICT. Kedua menteri juga membahas kekerasan dalam media digital, serta ketahanan keluarga.
Menteri Yohana juga berkesempatan menjadi pembicara pada High Level Seminar dengan tema “Women Empowerment Through IT and ICT’’. Dalam sambutannya, dia mempertegas tantangan terhadap upaya peningkatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa tantangan yang dihadapi kedua negara antara lain, tingkat literasi internet di kalangan perempuan yang masih relatif rendah, faktor usia, serta rendahnya tingkat pendidikan.
“Untuk itu, Indonesia akan melakukan kemitraan dengan beberapa pihak yang dinilai potensial termasuk Kominfo Iran, serta pencanangan program Family Reliance yaitu program yang mendukung peranan perempuan di dalam rumah tangga maupun di tempat kerja,” ujar Menteri Yohana.
Pemanfaatan ICT dalam perlindungan anak terhadap cyber threat, menurut Menteri Yohana, juga harus mendapatkan perhatian khusus. Untuk itu, kedua bilah pihak menyetujui perlu adanya koordinasi antar lembaga dalam rangka mengoptimalkan ICT terkait perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan. Isu tersebut juga akan dimasukkan dalam pelaksanaan kesepakatan kerjasama kedua negara.
Dia juga menegaskan pentingnya ICT bagi pemberdayaan ekonomi perempuan. Sekitar 46% pengguna teknologi berbasis online adalah perempuan, lebih dari 70% adalah perempuan yang bergerak di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dan sekitar 60% lapangan pekerjaan diisi oleh perempuan.
“Saya optimis kemitraan antara Indonesia-Iran ini mampu memperbaiki status, harkat dan martabat perempuan terutama dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, yang memerlukan terobosan penggunaannya yang murah, mudah dan tanpa batas. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi juga dapat mempermudah pemasaran produk secara lebih luas,” papar Mama Yo.
Menteri Yohana juga menemui sejumlah pejabat tinggi Iran, antara lain Menteri Kehakiman, HE Alireza Avayi, Menteri Tenaga Kerja dan Sosial Iran, HE Ali Rabiei serta Penasehat Khusus Presiden Urusan Hak-hak Warga Negara, HE Shahindokht Molaverdi. Ketiganya sangat mengapresiasi dan memberikan dukungannya untuk turut mengimplementasikan MOU antara Indonesia dan Iran.
Selama rangkaian kegiatan di Iran, Menteri Yohana didampingi oleh Duta Besar RI untuk Iran, Octavino Alimudin, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Vennetia R. Danes, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin, serta Ketua Umum IWAPI.
Mengakhiri kunjungan kerjanya di Iran, dilakukan Dialog HAM Indonesia – Iran sebagai upaya pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat nasional dan internasional. RI-Iran sepakat untuk menguatkan kerja sama di bidang HAM guna menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh kedua negara. Pertemuan tersebut juga menyepakati pelaksanaan Dialog HAM ke-6 yang diselenggarakan di Indonesia.
Berikut 6 poin dalam Nota Kesepahaman tentang ruang lingkup kerjasama dalam Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Ketahanan Keluarga selama 2 (dua) tahun kedepan, yaitu :
1. Meningkatkan dan mengembangkan peran dan partisipasi perempuan di bidang politik dan proses pembuatan kebijakan;
2. Melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk di media digital;
3. Meningkatkan dan mengembangkan peran dan pertisipasi perempuan pada bisnis dan
pengembangan teknologi, dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi;
4. Memperkuat pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan ketahanan keluarga;
5. Memperkuat pemberdayaan ekonomi perempuan untuk kesejahteraan perempuan dan anak;
6. Berbagi pengalaman dan praktik-praktik terbaik mengenai isu perempuan dan anak termasuk
informasi mengenai pelatihan dan peluang pengembangan kapasitas, baik di Indonesia dan Iran.
(acha/bk-8)