AMURANG (BK): Perubahan cuaca yang terbilang ekstrim karena hujan dan angin kencang akhir-akhir ini terjadi di Minsel menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Ranoyapo .
Kekhawatiran masyarakat bukan tidak beralasan karena sebagian dari mereka masih merasa trauma dengan pengalaman yang terjadi Tahun 2000 silam saat banjir bandang menghantam jembatan Ranoyapo sampai patah beberapa bagian diterjang arus banjir bandang yang dikarenakan penambangan pasir disekitar jembatan sejak tahun 1977.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Minahasa Selatan Drs Pangky Terok kepada beritakawanua.com, Senin (30/7/2012) memaparkan bahwa aktivitas penambangan di sungai tersebut telah berlangsung mulai dari tahun 1977 dan pada tahun 2000 jembatan itu patah.
” Itu dari hasil penelitian ternyata dipicu oleh struktur tanah yang di Sungai tersebut labil, sehingga kaki tengah jembatan itu nyaris runtuh,” ujar Terok.
Kendatipun sudah mengetahui dampak akan hal tersebut namun Terok maupun instansi yang di pimpinnya itu belum bisa menemukan solusi soal penambangan pasir yang terjadi di DAS Ranoyapo sampai saat ini.
Langkah yang diambilnya masih sebatas memasang papan pengumuman untuk tidak menambang pasir di sekitar DAS.
” Dalam pengumuman itu kami menyarankan kepada warta untuk tidak menambang di areal sungai dengan jarak 250 meter dari badan jembatan. itu pula turut dikuatkan dengan Peraturan Daerah (Perda) no 20 tahun 2005,” ujar Terok.
Disentil soal upaya-upaya lanjutan setelah Pengumuman larangan tersebut, kata Terok pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada warga, apabila tidak diindahkan maka Distamben Minsel bekerja sama dengan Polisi Pamong Praja akan mengambil tindakan penertiban.
(isak/bk3)